Gua Jepang Promasan, Destinasi Wisata Penuh Potensi yang Kurang Dirumat

Iglomontana
9 min readDec 23, 2022
Video short ekspedisi ke Promasan (16/04/22), (AlienKuadrat)

LERENG Gunung Ungaran menjadi saksi bisu, salah satu tempat peninggalan sejarah yang masih utuh berdiri setelah puluhan tahun lamanya. Di lereng Gunung Ungaran ini, terdapat sebuah desa. Sebuah desa yang bernama Desa Promasan, atau mungkin dalam kalangan pendaki gunung lebih terkenal dengan sebutan “Desa terakhir sebelum memulai pendakian Gunung Ungaran.”

Desa yang dipenuhi dengan kebun teh ini, ternyata selain menjadi tempat persinggahan terakhir sebelum berangkat pendakian. Juga menjadi tempat bukti nyata penjajahan Jepang atas Indonesia. Sekitar 300 meter menuju perkebunan teh, di dekat desa. Dengan mata berkedipkedip terkagum, Anda dapat melihat sendiri peninggalan sejarah Gua Jepang.

Gua Jepang Promasan ini terletak di antara Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang. Lokasi tepatnya, berada di Dusun Candi Promasan, Desa Ngesrep Balong, Limbangan, Kendal. Disebabkan lokasinya yang berada di lereng gunung ungaran, akses untuk menuju ke Gua Jepang memang cukup tricky. Jalan masih didominasi jalur alam/jalur tanah campur batu-batu besar. Menggunakan motor-motor umum seperti Mio atau Jupiter juga bisa sampai ke Promasan, bahkan berboncengan juga bisa. Hanya saja perlu ekstra hati-hati dan ada beberapa tanjakan yang cukup tinggi. Jadinya ya harus turun dari motor dituntun naik dulu . Untuk detail perjalanan akan saya jelaskan lebih dalam di sub tema dibawah ya.

Namun, setelah mencoba bereskplorasi, melakukan observasi, dan wawancara ke warga Desa Promasan mengenai Gua Jepang. Ada satu informasi yang hingga saat ini, masih terus mengganggu pemikiran polos saya. Usut punya usut, ternyata Gua Jepang Promasan sejak tahun 1942 perkiraan pembangunannya dimulai, hingga sekarang sama sekali belum pernah dipugar untuk dikelola menjadi tempat wisata. Warga Promasan memiliki alasannya sendiri ternyata dibalik tindakan membiarkan ini. Dan itu berhubungan dengan perizinan dan secuil sejarah sosial yang mereka alami. Padahal ada banyak sekali potensial wisatanya.

Menilik sejarah singkat Gua Jepang Promasan

Pintu masuk Gua Jepang Promasan, Kabupaten Kendal. Photo by : (Iglo Montana)

Ketika Jepang berkuasa di Jawa dari tahun 1942 hingga 1945, Jepang menjadikan Semarang sebagai basis utama pertahanan mereka di Jawa Tengah. Alhasil, daerah Kabupaten Semarang (Kawasan Gunung Ungaran) yang secara kontur wilayahnya adalah dataran tinggi dan perbukitan, dijadikan tempat berlatih para militer Jepang agar tidak diketahui oleh musuh. Di kawasan Gunung Ungaran inilah yang kemudian dijadikan sebagai tempat militer Jepang menyusun strategi, melakukan rekrutmen calon pekerja romusha untuk dialokasikan pemenuhan proyek-proyek militer Jepang di Gunung Ungaran.

Sebelum dikuasai oleh militer Jepang, Kawasan Gunung Ungaran awalnya merupakan projek agrarian dan perkebunan teh milik Belanda. Bahkan hingga saat ini masih tertinggal sebuah kebun besar teh, meskipun bibit tanaman tehnya sudah diganti (tidak asli dari zaman Belanda). Namun, setelah Jepang memukul mundur Belanda, kebun teh itu dikelola Jepang, dipekerjakan oleh pekerja romusha, menjadikan Gunung Ungaran tak hanya fasilitas militer, tetapi juga fasilitas perkebunan.

Barulah setelah kekalahan pertama di Jepang dalam pertempuran Midway (9/6/1942). Militer Jepang mulai merasa terancam oleh serangan balik sekutu, mulai memaksa para romusha untuk membuat tempat persembunyian. Gua Jepang dipekerjakan oleh romusha, mereka menggali bukit-bukit dan membangun jaringan gua di bawah tanah. “Dari tahun 1950, saat saya pindah dari Salatiga kesini, itu Gua sudah ada disini,” ucap Wito, mantan kepala dusun Promasan.

Saat itu, pembangunan gua hanya menggunakan alat — alat sederhana seperti alat pahat. Sedikit demi sedikit gua itu digali. Tinggi gua juga disamakan dengan tinggi manusia (2–3 meter). Namun, pembangunan gua tidak sampai selesai karena pada tahun 1945 setelah Jepang menyerah pada sekutu tanpa syarat. Presiden Soekarno memproklamasikan kemerdekaan, maka pembangunan gua yang bertujuan untuk kepentingan jepang tentu saja dihentikan. Gua ini sebenarnya belum pernah digunakan untuk fungsi awalnya yaitu militer. Pada saat Indonesia menyatakan kemerdekaan, pasukan militer Jepang yang berada di Kawasan Ungaran menarik mundur semua tentaranya dan membebaskan para pekerja romusha.

Pengalaman X-pedisi ke Gua Jepang Promasan

16/4/22 yang lalu bersama dengan Ayah, sekalian liburan, saya juga melakukan ekspedisi ke Gua Jepang Promasan ini. Biar mendetail lah, narasi pemberitaan kali ini. Mungkin dari ekspedisi tersebut, poin paling penting yang harus disampaikan, adalah detail perjalanannya. Secara durasinya, karena memulai dari Semarang. Perjalanan Semarang — Promasan memakan waktu sekitar 2 jam. Kemudian untuk patokan jalan, jika dari Semarang. Jalur yang dilewati adalah BSB Semarang — Jatisari — Gonoharjo (Pemandian air panas Gonoharjo) — Medini (Pabrik teh Medini) — Promasan. Memasuki Medini, kita akan disuguhkan dengan pemandangan berhektar-hektar luas kebun teh, tapi juga mulai dari sini, jalan mulai didominasi oleh bebatuan besar dan tanah. Yang memang perlu persiapan fisik karena cukup capek mengendarai motor atau mobil melewati jalur Medini.

Kebetulan dalam ekspedisi kemarin, saya ditemani oleh ayah saya sendiri. Kami berdua berboncengan menggunakan motor Jupiter Z1 yang sebenarnya pilihan motor yang kurang nyaman untuk ekspedisi kali ini. Berbekal doa dan semangat kami berangkat sekitar pk.10.30. Berhenti sebentar foto-foto di pabrik PT. Rumpun Sari Medini yang ternyata menyimpan informasi lebih banyak yang akan dikupas di subtema selanjutnya.

Kemudian kami lanjut berhenti-berhenti sebentar karena motor Jupiteer tidak kuat menanjak membawa beban kami berdua diatasnya. Jadi yang posisi diboncengi (saya), harus turun dulu agar ayah bisa naik. Gigi satu dan dua motor sangat vital dalam perjalanan ini. Kasian juga Jupiternya kalau dipikir-pikir, dipaksa naik turun, naik turun cantik. Sepanjang perjalanan kami berdua juga mendapat hadiah dari jalan batu-batu besar yang kami lewati. “Gimana glo? Asik kan, dapat terapi kepala dan pijat pantat gratis hahahaha,” tanya ayahku, sambil diikuti tawa bapak-bapaknya. Namun, aku rasa, kami berdua sungguh menikmati perjalanan itu. Ya, karena pemandangan dan hawanya yang sejuk, plus sudah lama juga tidak main ke Promasan lagi.

Bersama Pak Wito (mantan ketua RT Promasan) dan Bu Tugiyem (istri Pak Wito).

Sesampainya di Promasan, kami langsung disambut dengan suasana desa yang kembali merendahkan hati. Kami langsung menuju ke rumah Pak Suwito. Rumah dua kotak panjang yang dinding kayunya didominasi cat warna biru dan terletak di ujung belokan jalan pertama di desa Promasan itu, merupakan rumah Pak Wito. Rumahnya masih sama seperti saat keluarga kami bersama keluarga teman ayah bersinggah sebentar sebelum memulai pendakian ke Gunung Ungaran, 7 tahun yang lalu.

Belum sampai di rumah Pak Wito, tiba-tiba di jalan ayah saya berhenti. “Bu, pak Witone ndi?” ucap ayah saya, menanyakan ke seorang ibu-ibu yang sedang membawa tanaman teh. Ibu itu memperhatikan ayah saya cukup lama. “Kelingan aku ora bu,” tambah ayah saya. “Iyoo, kelingan!! Mas Meod toh!” jawab Ibu itu. Mereka berdua saling tertawa. Ayah saya memang suka tengil kadang :)

Akhirnya kami turun dari motor dan masuk kedalam rumah Pak Wito. Ternyata Ibu yang tadi ayah sapa adalah Ibu Tugiyem, istri dari Pak Wito. Saya lupa hehe…

Ibu Tugiyem juga langsung menyambut kami dengan hangat. “Mas, minum teh dulu ya, sambil sambil nunggu bapak,” begitu katanya. Kami mengiyakan ajakan Bu Tugiyem karena tidak enak juga jika menolak, plus cobain teh asli dari perkebunan langsung hehe. Setelah berbincang-bincang, saling tukar kabar dengan ayah. Saya juga ngobrol-ngobrol dengan Ibu.

Ternyata di Promasan sudah berkembang lumayan maju. Sudah ada listrik dan sinyal handphone sekarang. Namun, penghasilan utama warga Promasan masih bergantung pada panen teh di perkebunan yang dikirim ke PT. Rumpun Sari Medini. Ibu Tugiyem, kemudian juga bilang, “Mungkin bapak masih agak lama pulangnya kalau ingin ditanya-tanya seputar Gua Jepang mas. Coba langsung ke guanya aja dulu,” ujarnya.

Menyetujui perkataan Bu Tugiyem dan agar tidak kemalaman juga. Akhirnya saya dan ayah melanjutkan naik motor sebentar menuju pintu depan gua jepang, dan wuhhh sesampainya di depan pintu itu. Benar-benar pengalaman dan pemandangan yang cukup mendebarkan jantung. Ini baru di depan gua jepangnya ya, belum masuk. Untung saja kami sudah persiapan membawa senter dan dari kamera handphone cukup kuat untuk merekam isi Gua Jepang Promasan.

Sebelum masuk tentu, kami berfoto-foto dahulu karena memang di depan Gua Jepang pemandangannya adalah Gua Ungaran. Barulah setelah mental siap, kami mencoba memasuki jaringan gua bawah tanah yang panjangnya sekitar 150 meter ini. Di sepanjang jalan, rasa takut tentu ADA!! BANYAK MALAH!! Untung dalam gua jepang juga tidak dihuni hewan, mahluk halus mungkin. Di dalam gua juga benar-benar pitch black. Penerangan hanya dari senter kami berdua. Jalanan dalam gua masih tanah, langit-langit masih terbuat dari tanah, tembok kanan kiri juga masih dari tanah. Yang membuat saya personal kagum adalah gua ini memiliki 27 kamar bilik. Di dalam juga rasanya jalurnya panjang sekali, entah kenapa. Ada di bagian jalan yang terbenam oleh air hujan, dan saat itu memang sempat ragu. Apakah ingin dilanjutkan atau putar balik saja? Tetapi demi konten observasi dan agar biar bisa cerita kalau pernah melewati gua jepang hingga tembusannya. Maka, mencoba memberanikan diri untuk melanjutkan perjalanan dan wuhhh…

Betapa leganya saat melihat cahaya terang matahari yang masuk, perlahan mulai membesar di pintu keluar gua jepang. Kami berdua berhasil keluar dari Gua Jepang dengan selamat. Hahahaha maaf hiperbola dikit biar lebih asik ceritanya…

Merasakan segarnya air di Sendang Pengilon yang mantap jiwa, (16/04/22), (Iglo Montana)

Namun, diluar Gua Jepang, sebenarnya di Promasan memiliki satu lagi tempat wisata yang bisa kita kunjungi yaitu Sendang Pengilon. Di Sendang ini kita bisa berdoa, mencuci muka, tangan, kaki, bahkan mandi pun diperbolehkan asal tetap sesuai etika dan mawas diri (tau diri) karena Sendang Pengilon ini masih dianggap mistis oleh warga setempat. “Masih ada roh penjaganya mas di Pengilon itu, kata Bu Tugiyem.”

Sesudah cuci muka dan menghaturkan doa sebentar di Sendang Pengilon kami pulang kembali ke rumah Pak Wito dan beliau sudah ada menunggu kami. Setelah salim, kami mengobrolngobrol sebentar dan saya meminta izin untuk menanyai Pak Wito beberapa pertanyaan untuk artikel ini. Pak Wito mengiyakan dan setelah beberapa saat selesai mewawancara. Bapak tanpa basa-basi langsung menyuruh kami untuk makan siang dulu sebelum pulang.

Awalnya saya menolak tidak enak karena mereka sudah bantu banyak dalam wawancara dan pengumpulan data mengenai Gua Jepangnya. Namun, ayah malah justru bilang “Iya boleh pak!”

“Lah, pie to,” ujarku dalam hati. Sungkan ke Pak Wito dan Bu Tugiyem yang sudah membantu banyak hari itu.

Ya sudah karena ayah juga memaksa sedikit saya untuk makan saja karena juga sudah disajikan oleh Bu Tugiyem. Setelah makan, kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Pak Wito dan Bu Tugiyem atas bantuan mereka. Ternyata sesaat sebelum pulang ayah juga memberikan uang terima kasih kepada Bu Tugiyem sudah dibantu. Yapp, akhirnya kami berfoto sebentar untuk kenang-kenangan plus dokumentasi bukti foto, lalu kami pamit pulang…

Mengapa Gua Jepang Promasan tidak dikelola menjadi tempat wisata

Sekarang kembali ke pertanyaan pentingnya yang sudah disampaikan di awal. Semenjak pulang dari Promasan, mendengar cerita langsung dari Bu Tugiyem dan Pak Wito mengenai gua jepang dan kaitan gua jepang dengan kehidupan warga setempat. Rasa penasaranku masih menggaruk-garuk di otak. Masih ada satu pertanyaan yang menyangkut di pikiran, yaitu

“Mengapa Gua Jepang Promasan tidak dikelola menjadi tempat wisata?”

Sebenarnya pertanyaan ini sudah ditanyakan kepada Pak Wito, beliau mengatakan bahwa, “Begini Mas, sekarang bisa dibilang Gua Jepang itu agrowisata. Cuman, orak dirawat, orak dirumat (dirumat = dipelihara). Umpama dikelola mas, yo mesti ono (ono = ada) kemajuan.”

Alasan lain untuk pertanyaan diatas, adalah secara kepemilikan, Gua Jepang Promasan masih masuk dalam wilayah aset perkebunan teh PT. Rumpun Sari Medini. Sehingga status quo dari kepemilikan Gua Jepang juga masih menggantung. Alhasil, Gua Jepang Promasan sejak dulu hingga sekarang, hanya menjadi “wisata ala kadarnya.”

Akibat keterikatan ini pula, Gua Jepang secara official juga belum masuk kedalam daftar destinasi wisata di daerah Kendal. Arif Cahyono, selaku Koordinator Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata pada Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kendal juga menegaskan bahwa yang menjadi permasalahan Gua Jepang saat ini adalah masih terikat dengan PT. Rumpun Sari dan digunakan untuk tempat latihan militer Kodam IV Diponegoro.

Untuk contoh gambaran saja, saat ini jika ingin ke Gua Jepang, ada dua jalur yang aksesnya ditiketkan yaitu jalur Desa Gonoharjo yang tiketnya untuk pemuda dan pengembangan desa, serta lewat jalur pabrik teh Medini yang ditiketkan untuk PT. Rumpun Sari Medini.

Selain terikat dengan PT. Rumpun Sari Medini, Arif juga menjelaskan bahwa lahan tanah disekitar Gua Jepang yang masih terdiri dari hutan alami, juga digunakan untuk latihan militer tentara Kodam IV Diponegoro Semarang.

Foto saya di depan Pabrik Teh Medini (PT Rumpun Sari), (Iglo Montana)

“Soalnya itu kan tempat latihan ya, kalau dijadikan sebagai destinasi wisata murni, itu agak kerepotan kita memang. Takutnya juga, mungkin waktu ada latihan tembak-tembakan, ada wisatawan disitu. Kalau kena tembak gimana? Itu masih tarik ulur juga memang,” ungkap Arif.

Mengenai keterikatan tanah dan wilayah ini, dari Disporapar sebenarnya sudah melakukan mediasi dengan PT. Rumpun Sari dan Kodam IV Diponegoro. Arif menuturkan bahwa mediasi dengan Kodam agak alot, karena memang wilayah sekitar Gua Jepang sudah menjadi teritorial Kodam IV Diponegoro. Sedangkan dengan PT. Rumpun Sari, mediasi menghasilkan jawaban welcome, tidak masalah.

Kabar baik lainnya, Dico Mahtado (Bupati Kendal) bersama Disporapar Kendal saat ini dalam proses perancangan setplan mengenai pengembangan wisata dari Dusun Sukosari — Dusun Promasan. Gua Jepang masuk sebagai salah satu instrumen wisata sejarah bersama dengan paket destinasi wisata Kendal lainnya seperti, Curug Lawe Secepit dan Kebuh Teh Medini.

Jadi, semoga di masa depan, Gua Jepang Promasan tak hanya menjadi “wisata ala kadarnya,” tetapi makin dikenal masyarakat sebagai salah satu destinasi wisata alam yang mengundang untuk dijajaki nilai sejarah dan eksplorasinya. Syukur-syukur juga kedepannya mampu membawa kemajuan untuk Desa Promasan dan penduduknya.

Terima kasih banyak kepada :

Bapak Wito — Mantan Kepala Dusun Promasan

Ibu Tugiyem — Istri Bapak Wito Bapak

Arif Cahyono — Koordinator Pemasaran Pariwisata Disporapar Kendal

Bapak Samiaji Bintang — Dosen Mata Kuliah Narrative Storytelling

Bapak Agus Widiyana — Ayah (yang menemani proses ke Promasan)

--

--

Iglomontana

Just a journalist college student that wanted to explore, finding experience, and helping other people.